Berikut Ini Faktor Atau Penyebab Naik Turunnya Saham Sebuah Perusahaan

penyebab saham naik turun

Penyebab saham naik turun – Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Saham bersifat fluktuatif, bisa naik bisa turun sama halnya dengan harga barang atau komoditi di pasar. Bagi beberapa orang disanalah seninya, bila pasar statis tidak akan menarik minat investor. Buat Sobat yang sudah punya saham di beberapa perusahaan pasti senang banget kalau lihat sahamnya “hijau royo royo” dan mendadak cemas kalau sahamnya jadi “merah merah” tapi ingat jangan panik ya.

Pertanyaannya, kenapa harga saham turun atau naik? Apa penyebab harga saham naik dan turun? Secara prinsip, harga terbentuk karena permintaan dan penawaran di pasar.

Baca juga : 9 tips bisnis franchise supaya berkembang

Dan juga Naik turunnya harga saham itu lumrah terjadi. Adanya permintaan dan ketersediaan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi. Harga saham sekalipun saham tersebut masuk kategori blue chips juga bisa mengalami penurunan. Sebaliknya, saham yang dikategorikan Lapis Tiga tanpa diduga-duga harganya bisa naik secara signifikan.

Sebagai contoh seorang pedagang menawarkan pisang seharga Rp40.000 per kilogram. Calon pembeli kemudian menawar pisang itu dengan harga Rp35.000 per kilogram karena berbagai alasan seperti kualitas. Mereka berdua kemudian sepakat pisang itu dihargai Rp35.000.

Dengan kata lain, harga adalah “kesepakatan” antara pembeli dan penjual. Di pasar saham, seorang pembeli saham bisa mengajukan permintaan dengan harga tertentu (bid) dan penjual saham bisa menawarkan saham dengan harga tertentu (offer).

Kemudian pertanyaan yang selanjutanya, apa saja sih penyebab atau faktor naik turunnya saham? Ok simak beberapa penjelasan dibawah ini.

Penyebab Saham Naik Turun

penyebab saham naik turun

  1. Psikologi pasar

Psikologi pasar dapat dipahami sebagai respon para pelaku pasar terhadap suatu kondisi tertentu. Respon psikologis itu dapat terwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari kecemasan, keberanian hingga ikut-ikutan (herd behavior).

Salah satu contoh psikologi pasar ini adalah ketika sebagian besar pelaku pasar mengalami kepanikan akibat penyebaran virus corona hampir di seluruh negara, termasuk Indonesia. Pada saat itu, indeks saham di sejumlah negara, termasuk Indonesia mengalami penurunan drastis dalam beberapa hari.

Pada saat kepanikan melanda, investor saham menjual saham-sahamnya, termasuk saham yang masuk ke dalam kategori berkapitalisasi pasar besar (big caps) dan berkinerja baik (blue chip).

Pada saat kepanikan akan corona tersebut menyebar, harga saham blue chip bahkan anjlok hingga menyentuh level batas bawah (auto reject bawah/ARB). Perdagangan saham sampai dihentikan (trading halt) berulang kali karena penurunan hingga mencapai 5%.

Pada Maret 2020, investor panik bahwa virus corona akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kepanikan itu bukannya tanpa alasan. Terbukti, pada kuartal II/2020, perekonomian Indonesia terkontraksi hingga minus. Pemerintah Indonesia juga menyatakan Indonesia mengalami resesi pada kuartal III/2020.

  1. Fluktuasi kurs rupiah terhadap mata uang asing

Kuat ataupun lemahnya kurs rupiah terhadap mata uang asing sering kali menjadi penyebab naik turunnya harga saham di bursa. Secara logika, ini sangat masuk akal. Konsekuensi dari fluktuasi kurs tersebut bisa berdampak positif ataupun negatif bagi perusahaan-perusahaan tertentu, khususnya yang memiliki beban utang mata uang asing.

Perusahaan importir atau perusahaan yang memiliki beban utang mata uang asing akan dirugikan akibat melemahnya kurs. Sebab hal ini akan berakibat pada meningkatnya biaya operasional dan secara otomatis juga mengakibatkan turunnya harga saham yang ditawarkan. Sebagai contoh kasus adalah melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS sering kali melemahkan harga-harga saham di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

  1. Proyeksi kinerja perusahaan pada masa mendatang

Perkiraan terhadap performa/kinerja perusahaan juga jadi salah satu yang turut memengaruhi fluktuasi harga saham. Sebab performa perusahaan dijadikan acuan bagi para investor maupun analis fundamental dalam melakukan pengkajian terhadap saham perusahaan.

Baca juga : project management plan untuk sebuah perusahaan

Di antara beberapa faktor, yang paling menjadi sorotan adalah tingkat dividen tunai, tingkat rasio utang, rasio nilai buku/Price to Book Value (PBV), earnings per share (EPS), dan tingkat laba suatu perusahaann.

Perusahaan yang menawarkan dividend payout ratio (DPR) yang lebih besar cenderung disukai investor karena bisa memberikan imbal balik yang bagus. Dalam praktiknya, DPR berdampak pada harga saham. Selain itu, EPS juga turut andil terhadap perubahan harga saham. EPS yang tinggi mendorong para investor untuk membeli saham tersebut yang menyebabkan harga saham makin tinggi.

Tingkat rasio utang dan PBV juga memberikan efek signifikan terhadap harga saham. Perusahaan yang memiliki tingkat rasio utang yang tinggi biasanya adalah perusahaan yang sedang bertumbuh. Perusahaan tersebut biasanya akan gencar dalam mencari pendanaan dari para investor.

Meskipun demikian, perusahaan seperti ini biasanya juga diminati banyak investor. Sebab jika hasil analisisnya bagus, saham tersebut akan memberikan imbal tinggi (high return) karena ke depannya kapitalisasi pasarnya bisa meningkat.

  1. Berita aksi korporasi

Berita yang dipublikasikan secara luas oleh media massa dapat menjadi pertimbangan bagi para pelaku pasar dalam mengambil keputusan investasi. Berita ini dapat berupa berita yang dikategorikan sebagai “berita baik” atau “berita buruk”.

Pada umumnya, berita yang berpengaruh terhadap keputusan investasi para pelaku pasar adalah berita rencana aksi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan terbuka. Aksi korporasi itu dapat berupa merger (penggabungan), akuisisi, right issue usaha dan sebagainya.

Salah satu contoh berita rencana aksi korporasi yang diikuti lonjakan harga saham adalah rencana merger PT BRI Syariah Tbk. (BRIS) dengan bank syariah BUMN lainnya yaitu PT Bank Mandiri Syariah dan PT BNI Syariah.

Rencana merger itu menyebabkan saham BRIS naik drastis bahkan hingga menyentuh Auto Reject Atas (ARA) dalam beberapa hari perdagangan menyusul sejumlah berita mengenai rencana penandatanganan Conditional Merger Agreement (CMA).

Namun, berita mengenai rencana aksi korporasi juga bisa diikuti penurunan harga saham dalam jangka pendek seperti yang terjadi dalam kasus akusisi Pinehill Company Limited oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP).

Akuisisi dengan nilai transaksi yang cukup fantastis untuk skala Indonesia, US$2,99 miliar (sekitar Rp44 triliun) itu diikuti penurunan harga saham ICBP dan induk usahanya, PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF).

Selain berita media massa, rumor yang beredar di kalangan pelaku pasar juga dapat berpengaruh terhadap pergerakan harga suatu saham. Misalnya, rumor akuisisi PT PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO) oleh perusahaan teknologi Gojek. Di tengah rumor tersebut, saham ARTO sempat melesat hingga ratusan persen.

  1. Fundamental perusahaan

Aspek fundamental perusahaan dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan investasi saham. Sebagai contoh sederhana adalah ketika sebuah perusahaan terbuka mengumumkan laporan keuangannya untuk suatu periode.

Para pelaku pasar akan mengambil keputusan investasi (jual, beli atau tahan) saham dari kinerja tersebut. Misalnya, sebuah perusahaan mengumumkan peningkatan penjualan yang drastis dalam satu tahun. Peningkatan penjualan itu diikuti dengan peningkatan laba bersih serta laba per saham.

Peningkatan kinerja positif itu dapat mendorong peningkatan permintaan terhadap saham perusahaan tersebut. Begitupula sebaliknya ketika sebuah perusahaan membukukan penurunan kinerja atau bahkan kerugian. Para pelaku pasar dapat menjual saham perusahaan tersebut.

Perlu diketahui, kendati membaca laporan keuangan yang sama, keputusan seorang investor bisa berbeda dari investor lainnya karena adanya perbedaan analisa, prediksi dan kepentingan.

  1. Kebijakan pemerintah

Kebijakan Pemerintah juga dapat memengaruhi harga saham meskipun kebijakan itu masih dalam tahap wacana dan belum terealisasi. Banyak contoh dari kebijakan Pemerintah yang menimbulkan volatilitas harga saham, seperti kebijakan ekspor impor, kebijakan perseroan, kebijakan utang, kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA), dan lain sebagainya.

Pemain saham tipe trader biasanya sangat peka terhadap isu sensitif seperti ini untuk mengambil keuntungan dengan melakukan spekulasi dalam aksi ambil untung trading harian.